Junaedi, S.Pd,. M.Pd / Mr Jun

Menulis adalah perkara yang tak bisa di pandang sebelah mata, juga tak bisa di anggap enteng-enteng saja. Ada banyak soal ketika seseorang diperhadapkan yang namanya menulis. Terkadang ada gairah yang menggebu-gebu untuk menuliskan sesuatu di atas kertas, terkadang juga tidak ada kemauan dalam diri untuk menulis. Jadi tak heran ketika kita menjumpai seseorang yang ahli bicara tapi tak ahli dalam menulis begitu juga sebaliknya, seseorang yang ahli menulis tapi tak banyak bicara.

Ide selalu menjadi alasan utama penghambat dalam menulis. Masalah tersebut sering muncul ketika hendak menuliskan sesuatu dan masalah  itu datang pada diri seseorang. Ada banyak ide yang ingin dituangkan akan tetapi karena di pikirannya dan kepercayaan dirinya kurang sehingga ide itu tidak jadi dituangkan dalam tulisan. Begitulah, dan selalu menjadikan alasan untuk berhenti menulis.

Seringkali kita menghadapi blank moment ketika hendak menuliskan kalimat pertama. Padahal waktu di toilet, di jalan, di kasur, ide berdesak-desakan di kepala menuntut dituliskan. Tapi apa daya, ketika mengambil tempat di depan laptop ide-ide tadi tiba-tiba hilang dan sembunyi.

Sebenarnya yang membuat kita selalu menganggap bahwa mencari ide tulisan itu sangat susah, karena kita terlebih dahulu dikungkung oleh pola pemikiran kita sendiri (alam bawah sadar). Alam bawah sadar kita itulah yang selalu membisikan “ah kayaknya susah deh.” Dan tanpa kita sadari ‘bisikan’ itu membuat kita menganggap bahwa untuk mendapatkan ide itu sangat sulit dan susah.

Sebenarnya ide itu tidak susah juga tak serta merta hilang.  Ide ada dan selalu ada. Hanya, ada saja ‘faktor x’ yang menghambat. Menurut saya, faktor-faktor yang dimaksud adalah:

Baca Juga :  Pengertian Semantik

Pertama terlalu berpikir serius. Hal ini kerap terjadi pada saya juga pada sebagian orang. Kita terlalu menganggap ‘ide’ sebagai ‘wahyu’ yang sepatutnya ditulis dengan mendalam, sedemikian berbobot, sekaligus dengan segala kecanggihan kata-kata. Apa hasilnya? Ide tadi tidak bergerak kemana-mana.

Kedua terlalu memikirkan gaya penulisan. Sepertinya hal ini adalah akses dari proses pengumpulan referensi. Ketika mengumpulkan sumber terkait dengan ide awal, dengan sendirinya kita akan terdampar berkali-kali di dunia tulisan karya orang lain. Dengan sendirinya pula kita terpengaruh gaya bertutur orang lain. Hasilnya? Kita menjadi bingung harus menulis gaya seperti apa. Hal ini di alami oleh sebagian besar orang yang akan memulai tulisannya.

Tuliskan apa yang ingin kita tuliskan, biarkan pena menari-nari di atas kertas hingga bermesraan dengan imajinasi dan pengalamanmu. Dengan begitu gaya atau ciri khas bahasa kita akan muncul sendiri.

Ketiga terlalu takut salah. Ini adalah masalah yang sering menghambat kita dalam menulis. kita sering takut salah mengutip, salah berkata-kata, salah berkesimpulan, dan lainnya. Hasilnyakita tidak pernah menemukan kesalahan, karena tulisan saja belum ada. Seseorang tidak akan pernah tau dirinya benar atau salah jika tak pernah mencoba. Menulislah, maka kita akan menemukan jawabannya.

Keempat terlalu takut tidak penting. Sebagai akses pencarian referensi, kadang kita terlalu silau dengan opini-opini pakar, tokoh, atau para penulis hebat yang sudah malang melintang di dunia penulisan. Akhirnya kita selalu merasa tidak ada pentingnya menuliskan ide yang muncul. Karena sudah banyak yang menulis dengan ide pokok yang sama. Toh tulisan mereka lebih baik. Berpikir demikian sama halnya kita memasung ide dan daya kreativitas kita dalam menulis.

Baca Juga :  PEMANFAATAN APLIKASI GAME EDUKASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

Kelima sangat sulit untuk memulai menulis, karena takut salah/kurang percaya diri, atau justru terlalu ingin hasil tulisannya langsung sempurna. Ini dua sisi yang saling bertolak belakang, dan keduanya sama-sama menjadi penghambat kita untuk mulai menulis.Terkadang, ada sebagian dari kita yang tidak mau percaya pada kemampuan dirinya sendiri. Ini sebuah gangguan, yang kalau tidak berusaha kita lawan maka (bisa jadi) selamanya kita tidak akan pernah bisa menulis.

Berikut Analogi tentang menulis “Sebuah baja yang bahan dasarnya sudah bagus dan kuat, tapi kalau tidak pernah diasah, ya tetap saja dia akan tumpul. Sebaliknya sebuah besi biasa yang mudah berkarat, tapi kalau setiap hari diasah, niscaya dia akan tajam juga dan terhindar dari karatan”.

Keenam. Kadang justru karena terlalu banyak ide, malah jadi bingung sendiri. Bagian ini adalah fenomena aneh lainnya dari seorang penulis pemula. Nafsu besar, tenaga (skill) kurang. Maunya semua ide dijadikan topik dan tema tulisan, jadinya bingung sendiri. Fokus kita selalu terpecah karena belum menuliskan sesuatu, pikirannya sudah terfokus ke topik yang lain. Sebagai penulis pemula, seringkali ide cemerlang itu muncul dan segera ingin kita ganti topik yang pertama. Walhasil tidak ada tulisan yang jadi. Oleh karena, boleh-boleh saja kita memilih beberapa alternatif ide untuk dijadikan bahan tulisan, tapi pada akhirnya saringlah berbagai ide itu, dan tentukanlah salah satunya yang terbaik untuk dijadikan bahan tulisan.

Ketujuh tidak sempat menulis atau tidak ada waktu luang. Bagian ini sebenarnya sama sekali tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak menulis.Dalam sehari itu waktunya 24 jam, masa kita tidak bisa menyisihkan waktu minimal setidaknya 1 atau 2 jam untuk menulis. Jangan pernah jadikan waktu luang menjadi alasan untuk tidak menulis karena sejatinya waktu luang kita yang menyempatkannya bukan waktu yang memberikan luang bagi kita.

Baca Juga :  PANDANGAN ISLAM DALAM MENYIKAPI VIRUS CORONA (COVID-19)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *